Selasa, 25 Januari 2022

Oh Gereja, bukalah pintumu bagi sesamamu!


 Pace e Bene fratelli. 

Dijamin yg serba modern ini, bayak kalangan yg terperangkap dlm sikap saling curiga , sikap saling tak peduli dan anti belarasa. Hal tersebut juga terjadi dalam tubuh gereja yg adalah persekutuan kaum beriman dlm Yesus Kristus. Padahal saudara sekalian, Kristus berulangkali saat masih berada di dunia ini sering berkeliling utk berbuat baik, sambil memberitakan Kerajaan Allah. 


Para Rasul jg berbuat demikian, dan perbuatan yg sama pula dilakukan oleh para misionaris jaman dulu, utk memberitakan Kerajaan Allah kepada mereka yg belum mengenal-Nya. Tapi lihatlah wajah gereja jaman sekarang penuh dgn sikap iri dengki dan anti peduli, andaikata Tuhan Yesus Kristus masih hidup di dunia ini, mungkin jika melihat gereja-Nya seperti itu pasti sangatlah murka sebagaimana yg pernah Dia lakukan ketika mengusir para pedagang yg jualan di depan Bait Suci. 


Memang gereja jaman sekarang masih ada yg peduli dgn kaum miskin, namun tidaklah semua berbuat demikian. Memberikan tumpangan kamar mandi bagi gelandangan aja gak mau apalagi berbuat kasih lebih jauh dan mendalam. 


Persembahan yg diberikan umat pun yg katanya utk membantu sesama yg menderita malah digunakan utk mempercantik bangunan gereja, di marmer sampai 100 lapis dan ini dan itu, sedangkan yg harusnya mendapatkan hasil dari persembahan itu dlm arti umat yg benar² miskin dan membutuhkan jg sesama yg diluar sana istilahnya dibiarkan mati sia².


Oh Gereja, bukalah pintumu bagi sesama, jadilah seperti fungsimu sedia kala, yaitu menjadi tempat berlindung bagi sesama yg miskin dan menderita, menjadi tempat utk melepaskan segala masalah hidup dgn menikmati sapaan kasih Allah di dlm ruanagnmu. 


Hendaknya para gembala umat dlm arti Romo atau Pastor juga Pendeta di gereja nya masing² belajar lagi utk menghidupi Sabda Kristus dlm Matius 25:40 "Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." Dan hendaknya 0para gembala umat mentransformasi diri uutk lebih menjadi pribadi yg peduli pada sesama dan menularkannya kepada para umat yg di gembalakannya.


Buatlah Tuhan tersenyum lebar dgn membagikan kepedulian kita terhadap sesama, hukum kasih yg sdh diluruskan oleh Kristus aka semakin tergenapi dgn cara yg demikian itu. Yaitu kasihlah Tuhan Allah mu dan kasihilah sesamamu. 


Hendaknya gereja jaman sekarang mempunyai sikap kepedulian yg tinggi kepada sesama dan umat yg menderita, dan juga pada semua makhluk ciptaan Tuhan. Seperti yg pernah di teladankan oleh Santo Fransiskus Assisi selama dia hidup dan berkarya di dunia ini, dgn mengsaudarakan semua secara sama rata tanpa sekat dan pemisah, entah sesama manusia dan pada ciptaan Tuhan yg lain dianggapnya sbg saudara, sambil membawa damai dan kebaikan pada semua dan utk semua.


Kapankah gereja bisa memulai mentransformasikan dirinya utk menjadi paguyuban cinta kasih pada sesama Seca lebih signifikan dan relevan? Ya saat inilah, kalau bisa hari ini mengapa harus nunggu tahun depan. Karena Tuhan pun tdk pernah menunda pekerjaan cinta kasih-Nya pada siapa saja walaupun malam sekalipun, karena Hati-Nya senatiasa tergerak oleh belaskasihan (Matius 20:34) Dan yg terakhir, utk mewujudkan gereja yg semakin signifikan dan relevan dlm hal cinta kasih, libatkanlah kaum muda gereja utk berjalan bersama gereja utk berkeliling dan berbuat, dgn cara demikian gereja akan semakin hidup dan punya suatu kekuatan tersendiri dlm hal kasih, dan bersama para kaum muda gereja pula, gereja harus senantiasa membuka pintu lebar² dlm hal kasih, libatkanlah kaum muda utk senantiasa menjaga agar pintu gereja tidak akan pernah tertutup rapat melainkan senantiasa terbuka lebar bagi umat dan sesama.


Berkah Dalem



Senin, 24 Januari 2022

Salib Tau? Salib model apa itu?

Pace e Bene fratelli. 


Kita sebagai umat Katolik tentu mengetahui berbagai jenis salib, namun ada satu salib yg tidak banyak bahkan tidak di ketahui oleh umat Kristiani khusus nya Katolik yaitu salib Tau. Atau bahkan kita punya dan mengenakan kalung salib Tau. Biasanya salib Tau dipakai oleh para pengikut St. Fransiskus Assisi atau biasa disebut Fransiskan dan Fransiskanes. Sebelum membahas lebih jauh lagi tentang apa itu salib Tau, marilah kita membaca sejarahnya terlebih dahulu. 


Hampir 200 tahun setelah kelahiran Kristus, tulisan dan alfabet Ibrani belum dikodifikasi secara resmi. Oleh karena itu banyak huruf kadang-kadang digambar dalam berbagai bentuk, tergantung di mana wilayah tempat tinggal orang Yahudi, entah di Israel ataupun di wilayah ‘diaspora’ di luar Israel, terutama di dunia yang berbahasa Yunani .


Pada waktu itu, huruf terakhir dari alfabet Ibrani mewakili tanda pemenuhan akhir makna seluruh pewahyuan Firman Tuhan. Huruf akhir disebut TAU (atau TAW, dilafalkan Tav dalam bahasa Ibrani), bisa saja ditulis: Λ X + T , dan digunakan dengan makna simbolis sejak Perjanjian Lama.


Dalam Kitab Nabi Yehezkiel dikatakan: Firman Tuhan kepadanya: Berjalanlah dari tengah-tengah kota, yaitu Yerusalem dan tulislah huruf T pada dahi orang-orang yang berkeluh kesah karena segala perbuatan-perbuatan keji yang dilakukan di sana (Yeh. 9:4).


Dalam konteks yang sama, Nabi Yehezkiel juga mengingatkan orang Israel untuk tetap setia kepada Tuhan sampai akhir. Sebagai simbol kesetiaan, digunakan tanda‘meterai’ TAU pada dahi orang yang dipilih oleh Tuhan sampai akhir hayat. 


Meskipun huruf terakhir dari alfabet Ibrani tidak lagi berbentuk salib, seperti dalam varian yang ditunjukkan di atas, para penulis Kristen awal telah menggunakannya dalam mengomentari Alkitab versi bahasa Yunani (Septuaginta). Dalam Perjanjian Lama, TAU ditulis T. 

Pertama, sebagai huruf terakhir dari  Ibrani, huruf itu (T) menyimbolkan nubuat hari terakhir dan memiliki arti yang sama dengan huruf Yunani Omega, seperti yang dapat dibaca dalam Kitab Wahyu: Firman-Nya lagi kepadaku: Semuanya telah terjadi. Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir; Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Pertama dan Yang Terkemudian, Yang Awal dan Yang Akhir (21:6; 22:13).


Kedua, umat Kristen mengadopsi tanda Tau karena bentuknya mengingatkan mereka pada salib, tempat Kristus mengorbankan dirinya untuk keselamatan dunia. Arti dan nilai yang sama ini dibicarakan dalam Wahyu 7:2-3.


Pada masa awal kekristenan, suatu tanda penebusan ditampilkan secara lahiriah untuk menunjukkan kehidupan baru seorang Kristen; sedangkan yang lebih dalam ditandai dengan Meterai Roh Kudus, yang diberikan kepada kita sebagai anugerah ketika dibaptis (Ef. 1:13).


Jadi, Tau bukanlah magis yang ajaib, bukan jimat, bukan pula sekadar perhiasan biasa. Tau juga bukan jimat keberuntungan untuk digantung karena membawa keberuntungan.


Tau adalah tanda konkret dari devosi kristiani, tetapi terutama komitmen hidup mengikuti Kristus tersalib; tanda bahwa seseorang adalah orang Kristen, anak Allah, yang terlindung dari bahaya, yang selamat. Orang yang mengenakan Tau kuat dalam menghadapi kejahatan (Yeh. 9:6).


Kitab Wahyu melukiskan suatu meterai sebagai tanda pada orang dikehendaki Tuhan, suatu hak ilahi yang istimewa (Why. 9: 4; 7: 1-4; 14:1). Meterai tersebut adalah tanda penebusan Tuhan, orang yang tidak bercela, orang-orang yang percaya kepada-Nya, yang mengakui diri mereka sebaga anak-anak yang dikasihi dan ya tahu bahwa mereka berharga  hadap llah (Yeh. 9: 6). 


Fransiskus Assisi sangat mencintai tanda ini, sedemikian rupa sehingga Salib menempati tempat penting dalam hidupnya, dan yang terungkap dalam bahasa tubuhnya.


Dapat dikatakan bahwa dalam diri Fransiskus, tanda kenabian lama itu diaktualisasikan, dimaknai secara baru, memancarkan daya  dan mengungkapkan kebahagiaan dalam spirit kemiskinan. Ini merupakan aspek esensial dari cara hidup Fransiskan.


Thomas Celano, penulis Riwayat Hidup Santo Fransiskus, mengisahkan bahwa Fransiskus pernah menyembuhkan secara ajaib seorang yang sakit di kota Cori, dengan membuat tanda Tau pada bagian tubuhnya yang sakit itu. Fransiskus juga sering ‘menuliskan tanda Tau sebagai tanda tangan pada setiap surat yang ia kirim, indikasi surat penting atau tanda kasih’ (FF 980). 


Dan bagi kita umat Kristen Katolik, Tau adalah simbol martabat anak-anak Allah, tanda salib yang menopang Kristus. Itu adalah tanda yang mengingatkan bahwa saya juga harus kuat dalam pencobaan, siap mematuhi Bapa dan pasrah dalam ketaatan, seperti Yesus yang taat pada kehendak Bapa-Nya. Selain itu bagi saya pribadi, Tau melambangkan kesederhanaan dan kerendahan hati juga sebagai sikap pasrah total penyerahan diri kepada kasih dan kerahiman Allah yg tiada batasnya. Berkah Dalem.